“Gimana bu Dewi, sudah siap ditinggal ananda?” sambut pa Ustad Iman saat saya masuk kelas tahsin rabu kemarin di Salman, pa Ustad ini tahu bahwa dalam hitungan hari lagi
anak sulung saya akan pergi jauh untuk 22 bulan ke depan…tidak menyangka sama sekali akan ditanya seperti itu saya malah balik bertanya “memangnya kenapa pa Ustadz, bertanya seperti itu?”. “G apa-apa sih bu, cuma saja saya bertemu dengan jamaah saya kemarin yang akan ditinggal pergi anaknya (S3 di salah satu negara di Eropa juga) tiap hari kerjanya menangis terus tidak berhenti berhenti” jawab pa Ustadz.
Selang sehari kemudian gantian Tazy menyampaikan pertanyaan yang hampir sama dari dua dosennya.Yang satu dosen pembimbingnya (ibu Aida), yang lainnya ibu Tati (Dekan SITH) yang kebetulan mengenal saya juga. Intinya sih sama-sama menanyakan keadaan saya menjelang ditinggal Tazy….dan entah kenapa dari empat mahasiswanya cuma Tazy yang ditanya seperti itu. Kalau kata Tazy sih mungkin karena selama ini Tazy berkesan seperti “anak mamah”…sering sekali bilang kepada ibu Aida ” kata mamah begini,kata mamah begitu”, “Iya bu nanti dijemput sama mamah” , “iya maaf bu ini lagi jalan2 sama mamah dulu”…huehehe pantas saja mereka mengkhawatirkan keadaan saya, karena mereka pasti berasumsi hubungan kami sangat-sangat dekat
Dan sampai detik ini (H-2) alhamdulillah perasaan saya masih baik-baik saja, belum terlalu sedih sekali walau kadang2 terlintas sedikit perasaan melow kala membayangkan tak ada Tazy lagi di rumah, tak ada lagi yg bilang ” mah, aku mau cerita yaa”, padahal baruu saja sampai rumah.Tak ada lagi yang jerit-jerit kegirangan kala melihat makanan favoritnya terhidang di meja makan,
tak ada lagi yang garuk-garuk tanah saat seseorang mematahkan hatinya.Entah dengan yang terjadi esok atau lusa saat kepergiannya semakin dekat.Dan sejujurnya saya tidak ingin sedih yang berlarut larut bahkan sampai nangis berhari hari, justru kebalikannya sangat merasa gembira dan bersyukur kepada Allah SWT dengan “kepergiannya” ini.Bagaimana tidak,kepergiannya ini adalah mimpinya sejak jaman masih kuliah dulu.Saya tahu benar bagaimana kerja keras dan jatuh bangunnya Tazy untuk mendapat beasiswa ini.Dan ketika impian itu sudah menjadi nyata,masih haruskah saya bersedih hati?